NGANJUK,Bayunews.com — Sejumlah proyek fisik yang dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Nganjuk diduga tidak memenuhi standar keterbukaan informasi publik. Investigasi lapangan menemukan bahwa papan informasi proyek di beberapa lokasi tidak mencantumkan elemen-elemen penting seperti volume pekerjaan dan nama konsultan pengawas.

Forum Aspirasi dan Advokasi Masyarakat (FAAM) DPC Nganjuk, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada aspirasi, advokasi, dan partisipasi publik, menilai bahwa praktik ini mencederai hak masyarakat untuk mengetahui dan mengawasi penggunaan anggaran negara.
- Baca Juga Ketua LSM FAAM Kritik Tajam Bapenda Nganjuk: Setengah Hati Urus Pajak Galian C, PAD Terancam Bocor
“Keterbukaan informasi bukan sekadar formalitas. Masyarakat berhak tahu dengan jelas apa yang dikerjakan, oleh siapa, berapa besar anggarannya, dan sejauh mana progresnya. Jika informasi dasar seperti volume pekerjaan saja tidak dicantumkan, lalu masyarakat harus mengawasi berdasarkan apa?” tegas Achmad Ulinuha, Ketua LSM FAAM DPC Nganjuk kepada awak media ,Senin (19 mei 2025)
Menurut Achmad, papan informasi proyek bukan hanya pelengkap visual di lokasi kegiatan, tetapi merupakan bentuk pertanggungjawaban publik. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, serta ketentuan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), papan proyek minimal harus mencantumkan:Nama kegiatan/proyek,Lokasi kegiatan ,Nilai kontrak ,Sumber dana ,Waktu pelaksanaan (tanggal mulai dan selesai),Nama dan identitas penyedia jasa (kontraktor),Volume pekerjaan secara umum,Nama konsultan pengawas (jika ada)
“Jika elemen-elemen dasar itu tidak dicantumkan, maka jelas telah terjadi pelanggaran terhadap semangat keterbukaan informasi publik. Ini bukan hanya soal teknis administrasi, tetapi menyangkut hak masyarakat untuk tahu dan mengawasi,” tambahnya.
Achmad memperingatkan bahwa praktik seperti ini dapat membuka ruang bagi penyimpangan anggaran, sekaligus melemahkan fungsi kontrol sosial dari masyarakat.
“Tanpa informasi yang lengkap, publik sulit melakukan pengawasan. Ini bisa dimanfaatkan untuk menutupi kekurangan mutu pekerjaan atau bahkan praktik korupsi,” ujarnya.
Achmad meminta agar informasi ini dapat ditindaklanjuti dan tidak berhenti pada teguran, tetapi disertai sanksi administratif bagi rekanan atau pejabat pelaksana kegiatan yang lalai terhadap kewajiban transparansi, agar ada efek jera. (Adi)